PASURUAN — MTsN 1 Pasuruan gandeng Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bangil guna menggelar Bimbingan Pernikahan Bagi Remaja Usia Sekolah (BRUS) sebagai langkah preventif untuk mencegah pernikahan dini dan stunting. Kegiatan yang berlangsung di MTsN 1 Pasuruan ini bertujuan membekali para siswa dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai dampak negatif pernikahan di usia dini.
Kegiatan penyuluhan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Kepala dan Wakil Kepala MTsN 1 Pasuruan, Kepala KUA Kecamatan Bangil, Penghulu, Penyuluh Agama Islam, serta Tim Madrasah Ramah Anak (MRA) MTsN 1 Pasuruan. Sejumlah mahasiswa dari UIN Sunan Ampel Surabaya turut berpartisipasi sebagai pemateri, bersama dengan siswa kelas 9 MTsN 1 Pasuruan yang menjadi peserta utama.
Dalam sambutannya, Kepala MTsN 1 Pasuruan menekankan pentingnya bagi para siswa untuk benar-benar menyerap ilmu yang diberikan agar terhindar dari pergaulan bebas. Senada dengan itu, Kepala KUA Kecamatan Bangil juga menegaskan bahwa bimbingan ini bertujuan mendorong para siswa untuk menunda pernikahan hingga usia yang ideal, yaitu 19 tahun bagi perempuan dan 21 tahun bagi laki-laki.
“Pernikahan dini cenderung membawa dampak negatif, terutama secara psikologis,” jelas Kepala KUA Kecamatan Bangil. Oleh karena itu, beliau mengimbau para siswa untuk fokus meraih kesuksesan di dunia dan akhirat, serta membanggakan orang tua mereka.
Materi bimbingan disampaikan oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dan Penyuluh Agama Islam Kecamatan Bangil. Dalam sesi pertama, pemateri menjelaskan bahwa pergaulan bebas adalah bentuk interaksi sosial yang melanggar norma, seperti perilaku seksual di luar nikah, penggunaan narkoba, dan kenakalan remaja. Hal ini dapat dipicu oleh kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh teman, paparan media sosial, dan krisis identitas pada remaja.
Pemateri juga memaparkan dampak serius dari pergaulan bebas, antara lain masalah kesehatan fisik dan mental. Secara fisik, risikonya meliputi penyakit menular seksual dan kecanduan narkoba. Sementara itu, dampak mental mencakup depresi, stres, dan penurunan rasa percaya diri. Pergaulan bebas juga dapat merusak hubungan sosial dengan keluarga dan teman.
Bimbingan ini juga mengulas pentingnya batas usia pernikahan. Para pemateri menekankan bahwa secara fisik dan mental, remaja belum siap untuk menjalani bahtera rumah tangga, yang dapat berdampak buruk pada aspek psikologis, ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Sebagai penutup, pemateri menyimpulkan bahwa pergaulan bebas merupakan tantangan yang harus dihadapi bersama oleh orang tua, sekolah, dan masyarakat. Sinergi antara ketiga pihak ini sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi perkembangan remaja.
Kegiatan diakhiri dengan sesi tanya jawab yang berlangsung interaktif. Para siswa menunjukkan antusiasme tinggi dengan mengajukan berbagai pertanyaan terkait pernikahan dini dan bimbingan pra-nikah remaja, menunjukkan keseriusan mereka dalam memahami materi yang disampaikan. (Humas)